Ar-Rauf memeluk kisahku

SINOPSIS
Hujan yang turun dengan deras sebenarnya tidak sendiri. Mentari tidak pernah meninggalkan langit biru. Dia hanya mencoba memandirikan langit yang sebenarnya sangat indah jika dia mampu. Menciptakan pelangi menyejukkan hati-hati perindu Ilahi.
Angin yang datang dengan kuat bukan maksud untuk menghancurkan tetapi dia mencoba menghembuskan keteduhan di hati-hati penunggu syurga seperti aku.
Daun yang sudah jatuh lalu terinjak-injak bukanlah suatu kesia-siaan semata. Karena setelah itu dia akan bersatu dengan tanah lalu menyuburkan tanaman-tanaman yang lain. Seperti itulah sebenarnya pengibaratan Allah . Ar-Rauf yang tidak pernah memberikan sebuah kesia-sia terhadap hamba-hamba yang mencintai-Nya.






Ar-Rauf memeluk kisahku
Daun-daun yang berguguran tiada pernah membenci angin yang sengaja menghembuskan atau mencampakkan dirinya. Walau sebenarnya dia tidak pernah tahu kemana dia akan pergi setelah dicampakkan. Betapa dia mengakui bahwa lemahnya dirinya, yang tidak sanggup bertahan dalam rumah indahnya, (pohon). Angin pun ternyata tidak pernah tahu bahwa selama ini dirinya begitu kejam terhadap ratusan daun-daun yang tiap harinya berjatuhan karenanya. Beterbangan kesana-kemari sampai mereka begitu terasa lelah, penat tetapi mereka tidak pernah sedikitpun membenci angin.
Hingga pada suatu waktu, mereka terlihat terkapar layu di atas tanah, hanyut di bawa derasnya arus air dan terinjak-terinjak. Lalu mereka menghilang tiada berwujud lagi, Namun mereka tidak pernah membenci angin. Langkah demi langkah, aku pun meninggalkan tempat tragis itu, dengan langkah yang gontai kuberjalan melalui kisah dramatis itu, angin dan daun, “hmm”, besitku dalam hati.
Tidak pernah terpikirkan olehku sebelumnya bahwa aku akan berada di tempat ini. Aku rela mengorbankan rasa rinduku yang jauh dari mereka. Hari ini aku benar-benar ingin menangis,lalu memeluk tubuh sosok peneduh batinku, Mama. Aku ingin bercerita panjang lebar dalam pelukannya dan mendapat belaian hangat yang sudah lama tidak pernah kurasakan. Aku ingin duduk bersama dengan Buyaku ( Ayahku ). Mendengar nasihat-nasihatnya yang bersahaja dan memberikanku motivasi kekuatan untuk terus berjalan mengarungi kehidupan. Saat ini melihat wajah mereka secara langsung adalah harapan terbesarku. Tetapi waktu masih enggan bergulir seakan sedang menguji dan mengajakku bermain-main dengan air mata. Tetapi ini adalah keputusanku, ini adalah jalan yang harus kutempuh dan aku percaya dengan takdir Tuhan.
Treet, treet..! ponselku berbunyi.
Sekejap lamunanku terhenti. Lalu aku langsung mengambil ponselku dan membaca sms masuk.
“Assalamu`alaikum, apa kabar Ridwan?”
Ternyata Rois masih ingat padaku, gumamku dalam hati. Dia adalah salah satu sahabatku saat di SMA dulu. Sering kumenghabiskan waktu bersamanya, saling bercerita bahkan saling berbagi. Aku sudah menganggapnya seperti saudara kandungku sendiri. Tak jarang dia menguatkanku, memberiku nasihat untuk selalu tegar setiap ada masalah. Tiba-tiba saja aku teringat semuanya, teringat kejadian-kejadian lucu, indah, dan bahkan menyakitkan saat-saat bersamanya. Itu sudah menjadi kenangan dan masa lalu yang tak mungkin kuputar kembali walau dengan apapun tebusannya.
“Wa`alaikum salam Is, Alhamdulillah aku sehat. Kamu gimana?”
“Oh, syukurlah. Alhamdulillah aku juga sehat” balas Rois.
Salah satu kisah yang masih sering kusesalkan. Mengapa aku tidak bersama mereka ,sahabat-sahabatku. Mengapa kami harus berjauhan terpisah oleh jarak yang begitu jauh.”huuffffth” Hingga sangat menguras emosiku dan menguji mentalku. Tetapi, lagi-lagi aku harus menguatkan diriku sendiri tanpa mengharapkan orang lain yang sudah sibuk dengan urusannya masing-masing.
Kuakui ini begitu berlebihan. Tetapi aku adalah remaja yang baru kali ini jauh dari orang tua, jauh dari sahabat-sahabat dan jauh dari rumah. Hingga aku pun sedikit membenarkan diriku.
Arloji tanganku sudah menunjukkan pukul 23.05 WIB. Lalu kutatapi sekelilingku. Kudapati dinding-dinding kamarku yang membisu, Lemariku yang tidak peduli serta jam dindingku yang mungkin sedang tertawa menyaksikan kesibukanku yang tiada berarti serta dispenser yang mengundang dahagaku setelah 3 jam aku berpetualang dalam masa lalu. “hmm” aku menghapus sisa-sisa air mata yang masih membekas di pipiku sambil aku meneguk beberapa gelas air. Setelah itu aku tidur dan tidak lupa kumembaca doa yang selalu diingatkan oleh Buyaku saat hendak mau tidur.

*********

Hari ini mendung sekali. Langit yang tadinya biru kini teramat suram. Seperti ada yang disembunyikan atau dia sedang ingin sendiri menikmati waktunya. Tidak menginginkan seorang pun tahu untuk mengerti tentangnya yang sekarang. Dia tetap mengepul, bergelut hitam kelam. Mentari yang selalu bersamanya pun seolah berkhianat membelakangi kisah skenario yang seharusnya berjalan bersamaan.
“bagaimana aku berangkat kuliah ini” ucapku sendiri
“langitnya gelap, angin juga kuat sekali. Mungkin akan turun hujan”pikirku
Sambil ku ambil ponsel dari tas sandangku. Kemudian ku kirim sebuah sms kepada seorang teman satu jurusanku, Ayyesha.
“Assalamu`alaikum sha…”
Aku masih stay  di kamar kost-kostanku. Tempat semuanya terjadi akhir-akhir ini. Simple, Tapi di sini lah sekarang separuh aku menjejaki profil diri yang masih terus beradaptasi dengan lingkungan baru yang selama ini selalu menjadi buah bibir orang-orang. Karena kejamnya, karena egoisnya, dan segala cara dihalalkan disini, demi mendapatkan sesuap nasi. Memang sungguh tragis saat kumendengar semua celotehan-celotehan orang-orang di kampungku yang kupikir semua itu hanya omongon belaka. Tetapi saat kumenginjakkan pertama kali di tempat ini, di Ibukota Provinsi ini. “hummh, ya Allah..ternyata benar Medan seperti itu”.Kata-kata yang pertama kali aku dengar saat meminta bantuan pada masyarakat disekitar ku,” ini Medan bung,gak ada yang gratis”.
“Wa`alaikum salam wan…, ada apa?” ayyesha membalas sms  dariku.
“Ukhti, kamu sudah di kampus?”
“Iya, ini aku lagi di jalan sama Putri”
“Oh, cuaca lagi buruk banget, aku masih di kost nih. Payung juga gak punya, hehehe” balasku
“hehehe ... Iya, anginnya kencang banget, aku sama Putri aja ini lari-lari biar gak terjebak hujan ntar”
“Oke deh ukhti. Kalau nanti udah nyampe kampus, kabari aku yah. Soalnya aku agak telat ke kampusnya”
“Iya Wan.., ini kami udah nyampe di tenda biru (tempat nongkrong paling asyik mahasiswa kedokteran) .”Ayyesaha mengakhiri sms.
Aku sentak berdiri, masih ada sisa 10 menit buat aku untuk sampe di kampus. Hari ini, ada mata kuliah bahasa inggris dan agama islam setelah itu aku juga harus menghafal anatomi tubuh manusia.”Hufft.., semangat Ridwan!!” ucapku dalam hati. “This is my way!!!”. Aku pun mengambil jaket almamater kebanggaanku yang berwarna merah dari lemari, ahh… tak apalah setidaknya ini bisa melindungiku dari langit yang sudah mulai gelap dan gerimis. Belum lagi angin yang begitu kencang. “Let`s go!´hidup harus tetap berjalan dan selalu disyukuri.
Aku berjalan menyusuri jalanan sepi. Orang-orang sekitar kostku sudah memasuki rumah mereka masing-masing. Berlindung dari gemuruh hujan dan dari hebatnya hembusan angin. Ku pandangi jalanan sambil kuberlari-lari kecil. Sepertinya langit masih sangat baik untuk bisa kujadikan partner. “Alhamdulillah..” besitku dalam hati. Ternyata hujannya turun sangat deras setelah aku sampai di kampusku. “Mereka datang keroyokan,hehe” aku senyum-senyum sendiri sambil berjalan ke ruangan al-Munir, tempat belajarku hari ini. Hari ini aku harus pulang hingga maghrib karena masih banyak tugas yang harus aku selesaikan. Huuuh…. Kumencoba untuk terus menyemangati diriku untuk selalu bersemangat mengikuti proses ini. Mengikuti semua jalan yang sudah ditetapkan untukku. Puasa sunnah senin kali ini, pasti akan sangat melelahkan tetapi puasa sunnah senin kamis yang sudah biasa kulakukan bersama teman-temanku saat di SMA seperti menjadi bagian hidupku yang tak mudah untuk aku tinggalkan. Walau saat ini aku bukan di tempat sereligius  itu, aku harus bisa menjaga setiap rutinitas kebaikan yang selalu kulakukan.
“Wan…” Ardhi menepuk bahuku
“Hey..kenapa dhi?”
“Kamu baru nyampe yah”
“Iya, hujannya deras banget. Angin juga kencang banget.” Jawabku
“Iya yah, datangnya kompakan banget. Sampai aku basah-basah gini.”
“heheh,” aku tertawa mendengar ucapan Ardhi saat mengatakan hujan sama angin datangnya kompakan.
Sungguh besar sekali kekuasaan Allah. Tidak seorang pun yang mampu menandingi-Nya. Jika Dia mengatakan terjadi maka akan terjadilah sesuatu itu. Ya Rabb…aku mencintai-Mu, ucapku dalam sekali di dasar kalbuku. Engkaulah yang kupunya saat aku memilih jauh dari kedua malaikatku yaitu orang tua ku. Istiqamahkan aku di jalan-Mu agar kugapai prestasi yang selalu dalam keridhoan-Mu. Jangan Engkau menjauh sedikitpun dariku ya Allah, sesungguhnya aku cemburu melihatmu jika tidak ada bersamaku. Hujan dan angin yang hebat ini adalah suatu cerita yang sudah digariskan ditakdirku. Aku yakin itu, karena aku selalu berharap setiap harinya bertambah kecintaanku terhadap-Mu, ya Allah.
Sambil menunggu dosen datang, anak-anak kedokteran membuat kegiatan masing-masing. Sehingga membuat suasana ruangan menjadi sangat ramai, riuh terdengar suara tawa. Ada yang asyik dengan Blackberry nya. Ada yang sibuk dengan lembar-lembar tugas yang dikumpulnya baru minggu depan, ada yang ngumpul-ngumpul cerita tentang daerahnya masing-masing. Aku begitu terkesima melihat keakraban mereka semua. Sulit kubayangkan apa jadinya jika diantara kami selalu bertentangan mempertahankan kebenaran dari tradisi-tradisi daerah sendiri. “yah kapal pecah…yang di dalamnya menjunjung tinggi sifat egois” khayalku. Tetapi aku yakin sebelum aku ataupun mereka semua dilahirkan ke dunia ini, pasti kami sudah digariskan satu sama lain untuk saling bertemu dalam ukhuwah persaudaraan yang hakiki.
Sementara aku yang terlena dengan kumpulan foto-foto di ponselku. Kupandangi satu-satu wajahnya. Kalian tidak akan tergantikan, ucapku kepada wajah-wajah yang sudah 6 tahun kami bersama dalam wadah suci nan Islami, biasa kami sebut penjara suci (Asrama). Sekolah pondok yang banyak mengajarkan arti Islam sesungguhnya. Disana kami pernah tertawa bersama, pernah menangis bersama, makan bersama, belajar bersama, tidur,mandi serta kegiatan kecil sekalipun kami selalu bersama. Bahkan kami pun pernah tersandung batu, kerikil tajam yang sempat membuat kami terpisah oleh jarak dan beda paham tetapi itu selalu tertepis saat setiap uluruan tangan selesai sholat berjamaah. Sehingga itu sangat berkesan dan tidak akan pernah terlupa sampai kami bertemu kembali dalam cita-cita kami yang pernah terucap bersama di bawah pohon rindang yang menjadi saksi bersejarah dalam periodisasi waktu.
“wan, sibuk sendiri aja, lagi ngapain?” Hasfi mengagetkanku.
“Gak ngapa-ngapain koq,” jawabku
Ternyata dia baru datang dan duduk tepat di belakang kursiku.
Ayyesha menghampiriku.
“Kamu udah nyampe ternyata Wan…” tutur Ayyesha.
“Iya, dari 5 menit yang lalu ukhti” jawabku sambil merapikan tempat dudukku.
“Oh, nih, mau gak, aku ada kue. Aku belum sarapan dari kost soalnya.
“(aku senyum)”
“Hehe, ko’  malah senyum. Ini ambil aja, aku juga gak habis nih.”
Aku memang tak biasa mengatakan kepada orang-orang kalau aku sedang puasa sunnah. Aku takut dianggap ria. Untung saja, tidak lama kemudian Ayyesha mengetahuiku sedang berpuasa. Lalu dia meminta maaf.
“Maaf banget loh Wan..” Ayyesha memelas
“Gak apa-apa Ayyesha” sambil tersenyum kumemandangi tingkahnya.
Sudah lewat pukul 10.00 WIB, dosennya juga masih belum datang. Sehingga membuat anak-anak terheran karena biasanya beliau selalu datang tepat waktu. Tapi kali ini terlihat sangat berbeda. Atau mungkin masih di jalan dan terjebak macet, pikirku.
Ayyesha kemudian datang lagi menghampiriku. Tiba-tiba dia menyebut kata yang gak asing di telingaku.
“Wan..Kamu pernah dengar Resonansi Jiwa?” tutur Ayyesha
“Oh iya, itu aku tahu Resonansi Jiwa”  balasku
“Apa coba?” Ayyesha mencoba mengujiku
Ternyata dia sedikit belum percaya kalau aku tahu tentang Resonansi Jiwa .
“ Yah tau lah, aku punya koleksinya di laptopku. Ada banyak kisah-kisah yang bermakna dan bermanfaat. Kira-kira berdurasi 7-10 menit tiap pembacaan kisahnya” jelasku
“hehehe, iya, iya. Kamu benar” Ayyesha kembali salah tingkah
Aku yang bersikap biasa saja menjadi senyum-senyum sendiri. Lalu kami pun bercerita tentang kisah-kisah yang bermanfaat dalam kumpulan resonansi jiwa. Ternyata Yudha mendengar perbincangan kami dan dia pun mengetahui sangat banyak tentang kisah-kisah tersebut.

**********

 Adzan maghrib di kampus berkumandang. Aku masih berkutat dengan tuhas-tugasku yang masih belum selesai. Botol minuman yang sengaja kubawa dari kost tadi aku sudah refill. “Bismillah….” Aku pun berbuka puasa hanya dengan beberapa teguk air putih yang tersedia.
“Alhamdulillah…puasaku hari ini berjalan lancar. Terima kasih ya Allah. Ini juga berkat-Mu yang selalu ada di hatiku.”

Perjuangan untuk hari ini sudah selesai. Setelah kumembereskan buku-buku dari mejaku aku langsung bergegas menuju  masjid kampus untuk sholat maghrib. Kemudian aku pulang dan menyusuri kembali jalanan yang tiap hari ini ku tempuh. Jalanan-jalanan itu akan menjadi saksi bisu dalam mengejar masa depan ku nantinya. Mama selalu berpesan “ Nak, putra mahkotaku, jangan kecewakan mama sama buya. Besar harapan mama kepadamu nak” Dan itulah yang selalu terngiang di hati dan pikiranku. Walau terkadang aku sering berbohong jika ditanyakan lewat telepon apakah aku rindu atau tidak, apakah aku ingin pulang atau tidak. Karena aku harus menjawab semua pertanyaan-pertanyaan itu tidak sesuai dengan fakta. Sebab jika aku harus jujur maka akan menjadi beban pikiran buat kedua malaikatku itu, mama dan buya.
Aku sungguh merindukan kalian…
Aku harus bisa menjadi kebanggan kalian dan membahagiakan kalian. Karena kalian adalah hidupku.
Sesampainya aku di kost, aku merebahkan tubuhku. Terasa begitu lelah, penat merasuki tubuhku. Dinginnya malam ini pun serasa menusuk tulang-tulangku. Sebelum aku mengistirahatkan tubuhku, adzan Isya memanggilku untuk bersimpuh diri di hadapan-Nya. Tubuh ini tidak ada apa-apanya tanpa hadir-Nya yang selalu ada di mana-mana. Di sujud terakhirku aku bersimpuh diri, menghinakan diriku yang lemah ini terhadap semua takdir yang telah diputuskan untuk aku jalani. Dalam kekhusyukan doa terjatuh air mataku yang sebenarnya Dia lah yang terbaik di belakang semua ini.
“Kutitipkan mereka yang kutinggalkan demi cita-citaku ya Allah..,sampaikan senandung rinduku yang begitu hebat seperti derasnya hujan dan kuatnya angin. Tetapkan aku selalu dalam perjalanan yang Engkau ridhoi, Istiqamahkan aku untuk semua syariat-syariat-Mu”.

Aku merebahkan tubuhku.Kuyakinkan kalbu ini bahwa Ar-Rauf memeluk kisahku. Lalu berharap, esok akan lebih baik dari hari ini. Meskipun semuanya adalah rencana-Nya tapi tugas yang sebenarnya adalah selalu berbuat yang terbaik dari setiap perjuangan.

0 komentar:

Posting Komentar